Selasa, 21 Februari 2017

Sejarah Hidup Al-Mutanabbi, Sastrawan Dinasti Bani Abasyiyah



Hani’atul Mabruruoh, S.Pd.I 
Sumber dari buku “Al-Mutqin” 
PostGraduate Program

Penyair terkenal pada zaman ‘Abasyiyah
Al-Mutanabbī
Tahun 303 – 354 H / 915 – 965 M

          Nama dari Al-Mutanabbī adalah Ahmad bin Husain bin Hasan bin ‘Abdul Shomad Al-Ja’fī Al-Kufī Al-Kindī, Abū Thoyyib (Al-Baqo’i, 2006:252). Dia adalah seorang penyair yang bijak, dan salah satu penyair dari Arab. Dia juga memiliki kata-kata mutiara yang bagus dan peribahasa atau hikmah yang mampu menyampaikan maksud atau pesan penulis terhadap pembaca serta menginspirasi.
          Al-Munabbī dilahirkan di kota Kūfah (Irak), tepatnya di daerah Kindah, akan tetapi ia tumbuh berkembang di Syām, dan kemudian pindah ke Bādiyah (daerah di antara Kūfah dan Syām). Dalam perjalanannya, ia bertemu banyak ulama, kemudian ia berguru kepada mereka untuk mengkaji sastra dan ilmu Bahasa Arab (Abū Thoyyib, Beirut:5). Setelah belajar dan kembali ke negaranya, dia sudah terkenal dengan syair-syair yang bagus. Ia juga menggubah syair untuk memuji para pemuda Kūfah dan Baghdād.
          Konon, dinamakan Al-Mutanabbī karena dia membai’at didirnya sebagai Nabi di Bādiyah dan mempunyai banyak pengikut dari banī Kalb dan sekitarnya (Abū Thoyyib, Beirut:5). Maka ia ditangkap oleh Lu’lu’ Amīr Chamsh dan wakil Ikhsyīdiyyah, kemudian ditahan dalam kurun waktu yang lama. Dirinya juga pernah membacakan Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya kepada orang-orang Baduwi, contoh ayatnya adalah sebagai berikut (Abū Thoyyib, Beirut:2):

 وَالنَّجْمُ السَّيَّارُ، وَالفُلْكُ الدَّوَّارُ، والَّليْلُ وَالنَّهَارُ، أَنَّ الكَافِرَ لَفِيْ أَخْطَارِ، أَمْضِ عَلىَ سَنَتِكَ، وَاقْفِ أَثَرَ مَنْ كَانَ قَبْلُكَ مِنَ المُرْسَلِيْنَ فَإِنَّ اللهَ قَامِعٌ بِكَ زَيْغٌ مَنْ أُلْحِدَ فِيْ الدِّيْنِ وَضَلَّ عَنِ السَّبِيْلِ.

Dia diutus menemui Saifud Daulah bin Hamadān pada tahun 948 M. Karena kemahiranya, ia disukai banyak orang, termasuk Saifud Daulah bin Hamadān. Ia digaji 3000 dinar setiap tahun, bahkan lebih daripada itu (Abū Thoyyib, Beirut:5). Setelah itu ia pergi ke Mesir pada tahun 346, di memuji Kafūr Ikhsaidī dan memintanya untuk menjadikannya wali, akan tetapi kemauannya tidak dipenuhi oleh Kafur. Memuncaklah kemarahannya dan meninggalkan Mesir menuju ke Irak dan Persia (Al-Baqo’i, 2006:252). Di Syiraj ia memuji ‘Adhdud Daulah Ibnu Buaih Ad-Dīlumī. Setelah dari Irak dan Persia, ia berjalan menuju Baghdād dan Kūfah. Di sana ia melantunkan syair yang dibuatnya kepada Fātik bin Abī Jahal Al-Asadī.
Nama Al-Mutanabbī bukanlah asli nama yang diberikan dari keluarganya, akan tetapi nama yang diberikan orang lain semenjak mudanya. Akan tetapi nama ini menuai kontroversi di kalangan masyarakat. Dikatakan bahwa dijuluki “Al-Mutanabbī” karena ia membai’at dirinya sebagai Nabi. Akan tetapi setelah diteliti, kabar itu tidak benar. Yang benar adalah ia mengatakan bahwa dirinya adalah orang pertama yang menggubah Syair, bukan membaiat diri sebagai Nabi. Seperti yang dikatakannya:
أَنَا أَوَّلُ مَنْ تَنْبَأُ بِالشِّعْرِ

Ia berasal dari keluarga yang sangat sederhana namun perhatiannya sangat besar pada ilmu pengetahuan terutama minatnya yang besar pada dunia syair dan sastra, yang mana telah banyak menggubah dan melantunkan banyak syair. Di antara syair yang digubahnya berkaitan dengan pujian kepada orang terhormat baik ulama maupun penguasa pada saat itu. Meskipun ia pernah dipenjara, akan tetapi ia adalah sosok orang yang sangat manjaga akalnya dari minuman yang haram dan menjauhi sifat riya’ (Al-Baqo’i, 2006:253).

Contoh syair-syair gubahan Al-Mutanabbī:
1.    Syair yang ditujukan untuk Saifud Daulah dan mendiskripsikan tentang suatu peperangan di sebuah daerah bernama Qil’ah:

وَتَأْتِيْ عَلَى قَدْرِ الكَرَامِ المَكَارِمُ
عَلىَ قَدْرِ أَهْلِ العَزْمِ تَأْتِيْ العَزَائِمُ
dan datanglah takdir mulia kepada orang-orang yang mulia
Datanglah takdir kepada orang yang berkemauan kuat, kemauan itu sendiri
وَتَصْغُرُ فِيْ عَيْنِ العَظِيْمِ العَظَائِمُ
وَتَعْظُمُ فِيْ عَيْنِ الصَّغِيْرِ صَغِيْرُهَا
Dan keagungan menjadi hina bagi orang-orang yang kuat
Sesuatu yang kecil bagi orang lemah menjadi mullia
وَقَدْ عَجَزَتْ عَنْهُ الجُيُوْشُ الخَضَارِمُ
يَكْلُفُ سَيْفُ الدَّوْلَةِ الجَيْشَ هِمَّهُ
Dan telah melemah para prajurit yang kuat dan besar itu




Saifu Daulah terbebani oleh kerisauan prajuritnya
وَذَالِكَ مَالًا تَدْعِيْهِ الضَرَاعِمُ

وَيَطْلُبُ عِنْدَ النَّاسِ مَا عِنْدَ نَفْسِهِ
dari harta benda yang dapat membuatnya bangkit kembali dari kelemahannya
Dan ia mengais apa saja yang dipunya manusia waktu itu
نُسَوِّرُ المَلَا أَحْدَاُثهَا وَالقَشَاعِمُ
يُفَدِّي أَتَمُّ الطَّيْرِ سِلَاحُهُ
Peperangan dan seekor singa yang dibentengi padang pasir
Lari dari pertempuran sambil melemparkan pedang
وَقَدْ خُلِقَتْ أَسْيَافُهُ وَالقَوَائِمُ
وَمَا ضَرَّهَا خَلْقٌ بِغَيْرِ مُخَالِبٍ
Dan telah terciptanya pedang dan orang-orang yang kuat
Tidak dapat melukai kulit tanpa cengkeraman cakarnya




2.    Syair untuk Kāfūr pada tahun 346, ketika itu ia dalam keadaan marah dan meninggalkan Saifud Daulah:

وَحَسْبُ المَنَايَا أَنْ يَكُنَّ أَمَانِيًا
كَفَى بِكَ دَاءٌ أَنْ تَرَى المَوْتَ شَافِيًا
dan jangan berharap kematian menjadikanmu orang yang hebat
Janganlah engkau berharap untuk melihat kematian akan bangkit kembali
صَدِيْقًا فَأَعْيًا أَوْ عَدُوًّا مُدَاجِيًا
تَمَنَّيْتَهَا لمَاَ تَمَنَّيْتَ أَنْ تَرَى
Antara teman yang lemah atau musuh yang kuat
Kamu mengharapkannya ketika kamu diminta untuk memilih
فَلَا تَسْتَعِدَنَّ الحِسَامَ اليَمَانِيَا
إِذَا كُنْتَ تَرْضَىى أَنْ تَعِيْشَ بَذْلَةً        
makan janganlah mempersiapkan pedang yang menghunus

Jika kamu rela hidup dalam kesedihan
وَلاَ تَسْتَجِيْدَنَّ العِتَاقَ المُذَاكِيَا
وَلاَ تَسْتَطِيْلَنَّ الرِّمَاحَ لِغَارَةٍ
dan jangan mengharapkan kemuliaan yang berlebihan  

Dan janganlah kamu melemparkan tombak kepada musuh
وَلاَ تُتَّقَى حَتَّى تَكُوْنَ ضَوَارِيًا
فَمَا يَنْفَعُ الأُسْدَ الحَيَاءُ مِنَ الطَّوَى
Dan tidak melaksanakan hingga itu menjadi suatu kewajiban
Maka enggan dalam membunuh itu tidak ada gunanya untuk seekor singa
وَقَدْ كَانَ غَدَارًا فَكُنْ أَنْتَ وَافِيًا
حَبَبْتُكَ قَلْبِيْ قَبْلَ حُبِّكَ مَنْ نَأَى
Kini ia telah pergi maka tepatilah janjimu
Aku mencintaimu setulus hatiku sebelum kesombonganmu
       

3.      Syair yang menunjukkan bahwa ia membanggakan dirinya sendiri:

وَأَسْمَعَتْ كَلِمَاتِيْ مَنْ بِهِ صَمَمٌ
أَنَا الَّذِيْ نَظَرَ الأَعْمَى إِلَى أَدَبِيْ
dan orang-orang tuli dapat mendengarkan kata-kataku
Akulah yang banyak orang buta dapat melihat karyaku


أَيُّ عَظِيْمٍ أَتَّقِيْ
أَيُّ مَحَلٍّ أَرْتَقِيْ
Kemuliaan mana yang harus kutakuti
Tempat mana yang kudaki
لاَهُ وَمَا لَمْ يَخْلُقْ
وَكَلُّ مَا قَدْ خَلَقَ ال
dan apa yang belum tercipkan
Dan setiap apa yang telah diciptakan
كَشَعْرَةٍ فِيْ مَفَرِقَتِيْ
مُحْتَقَرٌّ فِيْ هِمَّتِيْ
Seperti hubungan dalam perpisahanku
Dihina dalam kemauanku

       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar