Hani’atul
Mabruruoh, S.Pd.I
Sumber
dari buku “Al-Mutqin”
PostGraduate Program
PostGraduate Program
Penyair terkenal pada zaman ‘Abasyiyah
Al-Mutanabbī
Tahun 303 – 354 H / 915 – 965 M
Nama dari Al-Mutanabbī adalah Ahmad
bin Husain bin Hasan bin ‘Abdul Shomad Al-Ja’fī Al-Kufī Al-Kindī, Abū Thoyyib (Al-Baqo’i,
2006:252). Dia adalah seorang penyair yang bijak, dan salah satu penyair dari
Arab. Dia juga memiliki kata-kata mutiara yang bagus dan peribahasa atau hikmah
yang mampu menyampaikan maksud atau pesan penulis terhadap pembaca serta
menginspirasi.
Al-Munabbī dilahirkan di kota Kūfah
(Irak), tepatnya di daerah Kindah, akan tetapi ia tumbuh berkembang di Syām,
dan kemudian pindah ke Bādiyah (daerah di antara Kūfah dan Syām). Dalam
perjalanannya, ia bertemu banyak ulama, kemudian ia berguru kepada mereka untuk
mengkaji sastra dan ilmu Bahasa Arab (Abū Thoyyib, Beirut:5). Setelah belajar
dan kembali ke negaranya, dia sudah terkenal dengan syair-syair yang bagus. Ia
juga menggubah syair untuk memuji para pemuda Kūfah dan Baghdād.
Konon, dinamakan Al-Mutanabbī karena
dia membai’at didirnya sebagai Nabi di Bādiyah dan mempunyai banyak pengikut
dari banī Kalb dan sekitarnya (Abū Thoyyib, Beirut:5). Maka ia ditangkap oleh
Lu’lu’ Amīr Chamsh dan wakil Ikhsyīdiyyah, kemudian ditahan dalam kurun waktu
yang lama. Dirinya juga pernah membacakan Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya
kepada orang-orang Baduwi, contoh ayatnya adalah sebagai berikut (Abū Thoyyib,
Beirut:2):
وَالنَّجْمُ السَّيَّارُ،
وَالفُلْكُ الدَّوَّارُ، والَّليْلُ وَالنَّهَارُ، أَنَّ الكَافِرَ لَفِيْ أَخْطَارِ،
أَمْضِ عَلىَ سَنَتِكَ، وَاقْفِ أَثَرَ مَنْ كَانَ قَبْلُكَ مِنَ المُرْسَلِيْنَ فَإِنَّ
اللهَ قَامِعٌ بِكَ زَيْغٌ مَنْ أُلْحِدَ فِيْ الدِّيْنِ وَضَلَّ عَنِ السَّبِيْلِ.
Dia diutus menemui Saifud Daulah bin Hamadān
pada tahun 948 M. Karena kemahiranya, ia disukai banyak orang, termasuk Saifud
Daulah bin Hamadān. Ia digaji 3000 dinar setiap tahun, bahkan lebih daripada
itu (Abū Thoyyib, Beirut:5). Setelah itu ia pergi ke Mesir pada tahun 346, di
memuji Kafūr Ikhsaidī dan memintanya untuk menjadikannya wali, akan tetapi
kemauannya tidak dipenuhi oleh Kafur. Memuncaklah kemarahannya dan meninggalkan
Mesir menuju ke Irak dan Persia (Al-Baqo’i, 2006:252). Di Syiraj ia memuji
‘Adhdud Daulah Ibnu Buaih Ad-Dīlumī. Setelah dari Irak dan Persia, ia berjalan
menuju Baghdād dan Kūfah. Di sana ia melantunkan syair yang dibuatnya kepada Fātik
bin Abī Jahal Al-Asadī.
Nama Al-Mutanabbī bukanlah asli nama yang
diberikan dari keluarganya, akan tetapi nama yang diberikan orang lain semenjak
mudanya. Akan tetapi nama ini menuai kontroversi di kalangan masyarakat.
Dikatakan bahwa dijuluki “Al-Mutanabbī” karena ia membai’at dirinya sebagai Nabi.
Akan tetapi setelah diteliti, kabar itu tidak benar. Yang benar adalah ia
mengatakan bahwa dirinya adalah orang pertama yang menggubah Syair, bukan
membaiat diri sebagai Nabi. Seperti yang dikatakannya:
أَنَا
أَوَّلُ مَنْ تَنْبَأُ بِالشِّعْرِ
Ia berasal dari keluarga yang sangat
sederhana namun perhatiannya sangat besar pada ilmu pengetahuan terutama
minatnya yang besar pada dunia syair dan sastra, yang mana telah banyak menggubah
dan melantunkan banyak syair. Di antara syair yang digubahnya berkaitan dengan pujian
kepada orang terhormat baik ulama maupun penguasa pada saat itu. Meskipun ia pernah
dipenjara, akan tetapi ia adalah sosok orang yang sangat manjaga akalnya dari
minuman yang haram dan menjauhi sifat riya’ (Al-Baqo’i, 2006:253).
Contoh syair-syair gubahan Al-Mutanabbī:
1.
Syair yang ditujukan untuk Saifud
Daulah dan mendiskripsikan tentang suatu peperangan di sebuah daerah bernama
Qil’ah:
وَتَأْتِيْ
عَلَى قَدْرِ الكَرَامِ المَكَارِمُ
|
عَلىَ
قَدْرِ أَهْلِ العَزْمِ تَأْتِيْ العَزَائِمُ
|
dan
datanglah takdir mulia kepada orang-orang yang mulia
|
Datanglah
takdir kepada orang yang berkemauan kuat, kemauan itu sendiri
|
وَتَصْغُرُ
فِيْ عَيْنِ العَظِيْمِ العَظَائِمُ
|
وَتَعْظُمُ
فِيْ عَيْنِ الصَّغِيْرِ صَغِيْرُهَا
|
Dan
keagungan menjadi hina bagi orang-orang yang kuat
|
Sesuatu
yang kecil bagi orang lemah menjadi mullia
|
وَقَدْ
عَجَزَتْ عَنْهُ الجُيُوْشُ الخَضَارِمُ
|
يَكْلُفُ
سَيْفُ الدَّوْلَةِ الجَيْشَ هِمَّهُ
|
Dan
telah melemah para prajurit yang kuat dan besar itu
|
Saifu
Daulah terbebani oleh kerisauan prajuritnya
|
وَذَالِكَ
مَالًا تَدْعِيْهِ الضَرَاعِمُ
|
وَيَطْلُبُ
عِنْدَ النَّاسِ مَا عِنْدَ نَفْسِهِ
|
dari
harta benda yang dapat membuatnya bangkit kembali dari kelemahannya
|
Dan
ia mengais apa saja yang dipunya manusia waktu itu
|
نُسَوِّرُ
المَلَا أَحْدَاُثهَا وَالقَشَاعِمُ
|
يُفَدِّي
أَتَمُّ الطَّيْرِ سِلَاحُهُ
|
Peperangan
dan seekor singa yang dibentengi padang pasir
|
Lari
dari pertempuran sambil melemparkan pedang
|
وَقَدْ
خُلِقَتْ أَسْيَافُهُ وَالقَوَائِمُ
|
وَمَا
ضَرَّهَا خَلْقٌ بِغَيْرِ مُخَالِبٍ
|
Dan
telah terciptanya pedang dan orang-orang yang kuat
|
Tidak
dapat melukai kulit tanpa cengkeraman cakarnya
|
2.
Syair untuk Kāfūr pada tahun 346,
ketika itu ia dalam keadaan marah dan meninggalkan Saifud Daulah:
وَحَسْبُ المَنَايَا أَنْ يَكُنَّ أَمَانِيًا
|
كَفَى بِكَ دَاءٌ أَنْ تَرَى المَوْتَ شَافِيًا
|
dan jangan
berharap kematian menjadikanmu orang yang hebat
|
Janganlah engkau
berharap untuk melihat kematian akan bangkit kembali
|
صَدِيْقًا فَأَعْيًا أَوْ عَدُوًّا مُدَاجِيًا
|
تَمَنَّيْتَهَا لمَاَ تَمَنَّيْتَ أَنْ تَرَى
|
Antara teman yang
lemah atau musuh yang kuat
|
Kamu
mengharapkannya ketika kamu diminta untuk memilih
|
فَلَا تَسْتَعِدَنَّ الحِسَامَ اليَمَانِيَا
|
إِذَا
كُنْتَ تَرْضَىى أَنْ تَعِيْشَ بَذْلَةً
|
makan janganlah mempersiapkan
pedang yang menghunus
|
Jika kamu rela hidup dalam kesedihan
|
وَلاَ تَسْتَجِيْدَنَّ العِتَاقَ المُذَاكِيَا
|
وَلاَ
تَسْتَطِيْلَنَّ الرِّمَاحَ لِغَارَةٍ
|
dan jangan mengharapkan kemuliaan
yang berlebihan
|
Dan
janganlah kamu melemparkan tombak kepada musuh
|
وَلاَ تُتَّقَى حَتَّى تَكُوْنَ
ضَوَارِيًا
|
فَمَا
يَنْفَعُ الأُسْدَ الحَيَاءُ مِنَ الطَّوَى
|
Dan tidak melaksanakan hingga itu
menjadi suatu kewajiban
|
Maka
enggan dalam membunuh itu tidak ada gunanya untuk seekor singa
|
وَقَدْ كَانَ غَدَارًا فَكُنْ أَنْتَ
وَافِيًا
|
حَبَبْتُكَ
قَلْبِيْ قَبْلَ حُبِّكَ مَنْ نَأَى
|
Kini ia telah pergi maka tepatilah
janjimu
|
Aku
mencintaimu setulus hatiku sebelum kesombonganmu
|
3.
Syair yang menunjukkan bahwa ia membanggakan dirinya
sendiri:
وَأَسْمَعَتْ كَلِمَاتِيْ مَنْ بِهِ
صَمَمٌ
|
أَنَا الَّذِيْ نَظَرَ الأَعْمَى إِلَى
أَدَبِيْ
|
dan orang-orang tuli dapat
mendengarkan kata-kataku
|
Akulah yang banyak orang buta dapat
melihat karyaku
|
أَيُّ عَظِيْمٍ أَتَّقِيْ
|
أَيُّ مَحَلٍّ أَرْتَقِيْ
|
Kemuliaan mana yang harus kutakuti
|
Tempat mana yang kudaki
|
لاَهُ وَمَا لَمْ يَخْلُقْ
|
وَكَلُّ مَا قَدْ خَلَقَ ال
|
dan apa yang belum tercipkan
|
Dan setiap apa yang telah
diciptakan
|
كَشَعْرَةٍ فِيْ مَفَرِقَتِيْ
|
مُحْتَقَرٌّ فِيْ هِمَّتِيْ
|
Seperti hubungan dalam perpisahanku
|
Dihina dalam kemauanku
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar