Selasa, 21 Februari 2017

Dinasti Bani Umayyah



DINASTI BANI UMAYYAH

  1. Pendahuluan
Sepeninggalan Nabi Muhammad SAW dan berakhirnya Khulafa’ur Rasyidin, umat Islam dipimpin oleh 7 dinastii yang mempunyai kekuatan besar.[1] Sebuah dinasti besar yang sangat berpengaruh dan meninggalkan banyak peninggalan yang dapat dirasakan umat di seluruh dunia hingga saat ini adaah tidak lain peran dari dinasti Umayyah. Dinasti yang didirikan oleh keluarga Umayyah yang berlangsung selama 90 tahun. Dimuali dari kekhilafafan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.
Meskipun Hasan bin Ali memegang kekuasaan setelah wafatnya Ali bin Abi Thalib, namun dikemudian hari ia menyerahkan kekuasaan kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan untuk meredam keributan umat pada waktu itu karena terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, perang Shiffin, perang Jamal, serta kejadian-kejadian yang lainnya.
Hudhari’ Bik mengatakan bahwa yang mengagumkan dari dinasti raksasa ini adalah meskipun diterpa berbagai bencana, fitnah, dan pemberontakan, ia taidak tampak lemak dihadapan umat-umat yang lain, kecuali pada kesempatan yang sangat jarang sekali.[2]
Pada masa dinasti inilah Islam dapat menaklukkan berbagai negara. Kekuasaan Islam sampai darerah Asia Tengah, daerah Afganistan dan Kabul. Sedang angkatan lautnya mulai bergerak ke wilayah Bizantium dan Konstantinopel. Bahkan pasukan muslim bergeran sampai India. Perluasan wilayah juga terjadi di wilayah Afrika Utara dan Eropa. Spanyol dan Perancis dapat dikuasai Muslim papa kekhifahan Umar bin Abdul Aziz. Pada makalah inilah akan dibahas secara sibgkat perkembangan umat Islam selama kekuasaan Bani Umayyah.

  1. Asal Usul Kebangkitan Dinasti Umayyah
Dalam pemerintahan Dinasti Umayyah, yang tidak boleh dilupakan adalah asal usul keturunannya, sehingga terjadilah Daulah besar yang berhasil menaklukkan berbagai negara di Asia, Afrika, dan Eropa. Sebelum Dinasti Umayah muncul, para Khulafa’ur Rasyidin telah memerintah Daulah Islamiyah setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Keturunan Nabi Muhammad dan Umayyah bertemu dalam satu kakek yang bernama ‘Abd Al-Manaf dari suku Quraisy. ‘Abd Al-Manaf mempunyai dua anak yaitu ‘Abd Al-Syam dan Hasyim. Dari ‘Abd Al-Syam melahirkan Umayyah yang nantinya Dinasti Umayah akan berkembang di tangan anaknya yang bernama Mu’awiyah. Sedangkan dari Hasyim akan melahirkan kakek Nabi yaitu ‘Abd Muthallib, dan salah satu anaknya kelak akan menikah dengan Aminah dan melahirkan Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW.[3]
Mu’awiyah dinobatkan menjadi khalifah di Iliya (Yerussalem) pada tahun 40 Hijriyah atau 660 M. Dengan penobatannya itu, ibu kota provinsi Syuriyah, Damaskus, berubah menjadi ibu kota kerajaan Islam. Meskipun telah resmi dinobatkan sebagai khalifah, akan tetapi kekuasaannya terbatas karena beberapa wilayah Islam tidak mengakui kekhilafahannya.
Sejak tahun 661 M, kekuasann politik mulai di kuasai oleh dinasti-dinasti tertentu, dimulai oleh Dinasti Umayyah di Damaskus, diikuti oleh ‘Abbasiyyah di Baghdad, sisa kekuasaan Umayyah Barat di Kordoba, Fathimiyyah di Cairo, Al-Murobbitun wal Muwahhidun, dan dinasti regional yang menguasai wilayah kecil.[4]
Pada masa abritase, tangan kanan Mu’awiyah merebut Mesir dari tangan pendudkung Ali, akan tetapi di wilayah Irak, mengangkat Hasan, putra tertua Ali, untuk menjadi penerus Ali. Selain pada itu, adik laki-laki Hasan, Husain, juga tidak mau mengakui kekuasaan Mu’awiyah sekaligus putranya, Yazid. Pada tahun 680, ia memenuhi seruan penduduk Irak, dan menobatkannya sebagai penerus setelah Ali dan Hasan.
Pada tahun 680 dengan membawa 4.000 pasukan, Umar bin Abi Waqash mengepung Husain yang ketika itu hanya bersama 200 pasukan dan akhirnya membaitai hingga Husain terluka dan kepalanya dipenggal kemudian dikirimkan ke Yazid di Damaskus. Namun syahidnya Husain adalah kesuksesannya menempuh hidup, memenagkan pertempuran di Karbala dengan segala kemuliaan di mata Allah meskipun ia dipandang hina oleh musuh.[5] Untuk mengenang peristiwa itu, maka orang Syi’ah merayakan sepuluh hari pertama bulan Muharram sebagai hari kepedihan dan penyesalan atas kejadian yang menimpa Husain. Perayaan itu diselenggarakan dua babak, babak pertama disebut Asyura’ di Kazimain (dekat Baghdad) dan 40 hari berikutnya di Karbala yang disebut dengan “pengembalian kepala”.
Dalam masa pemerintahannya, Yazid dikenal dengan orang yang suka berfoya foya. Maka Hijaz memplokamirkan ‘Abdullah menjadi Khalifah. Mendengan kabar tersebut, Yazid segera mengirimkan pasukan untuk memerangi Makkah. Akibat serangan yang membabi buta tersebut, Ka’bah terbakar dan rata dengan tanah, batu hitam pecah menjadi tiga. Ketika pengepungan berlangsung, Yazid dikabarkan meninggal dunia, dan serangan segaja dihentikan.
Setelah kematian Yazid, diikuti penarikan pasukan musuh dari tanah Arab, Ibn Al-Zubair diprolklamirkan kembali sebagai khalifah, tidak hanya di Hijaz dan Irak.  Kekhifahan Dinasti Umayyah dipegang oleh anak Yazid yang bernama Mu’awiyah II yang tak lama kemudian digantikan oleh Marwan, karena kondisi fisiknya yang lemah dan asakit-sakitan.
Perlawanan yang berkelanjutan terjadi di Hijaz, sehingga ‘Abdul Malik, anak Marwan, mengutus Al-Hajjaj untuk mengepung Makkah selama enam setengah bulan. Dengan semangat dan nspirasi Asma’ binti Abu Bakar, anak laki-lakinya berperang dengan gigih dan akhirnya terbunuh. Kepalanya dikirimkan ke Damaskus dan tubuhnya diberikan ke ibunya yang telah lanjut usia setelah digantung untuk beberapa lama.

  1. Pemerintahan Mu’awiyah
Semasa pemerintahannya, Mu’awiyah melakukan perluasan wilayah dan ekspansi ke arah Afrika Utara yang dipimpin oleh ‘Uqbah bin Nafi’, sebelah timur, pasukan berhasil menaklukkan Khurasan dari arah Bashrah, menyeberangi Oxus, dan menyerbu Bukara di Turkistan. Untuk mngamankan tahtanya, ia lebih memanfaatkan orang Yaman dibandingkan orang Hijaz.[6]
Selain itu ia merupakan orang yang pandai dalam organisator militer. Ia mencetak bahan mentah yang terdiri dari pasukan Suriah menjadi satu kesatuan militer Islam yang terorganisir dan berdisiplin tinggi, dan menghapuskann sistem militer peninggalan kuno. Ia juga menghapuskan pemerintahan yang tradisional dan mengadopsi sistem bizantium maka dapa masanya negara menjadi stabil dan terorganisir dengan baik. Ia juga berhasil menyatukan kekuasaan dengan membangun kantor catatan negara dan layanan pos.
Dari beberapa orang istrinya, yang paling ia sukai adalah Masyun dari bangsa Kilb. Masyun menganut agama Kristen sekte Yakobus, seperti halnya Na’ilah, istri Ustman, yang juga berasal dari suku Kilb. Ia sering membawa Yazid menuju Al-Badiyah, tempat tinggal suku Badui. Ia belajar banyak hal di sana. Al-Badiyah merupakan sekolah para putra mahkota pada zaman itu. Selain Masyun, ada beberapa orang Kristen yang menduduki kedudukan penting pada zan itu, diantaranya adalah Mashur bin Sarjun (Sergius). Meskipun mempunyai banyak keunggulan, ia tidak disenangi oleh sejarawan karena dalam pemerintahannya ia mengubah Khilafiyah An-Nubuwiyah menjadi Mulk (kekuasaan duniawi).[7]

  1. Puncak Kejayaan Dinasti Umayyah
Pendiri dinasti Umayyah, Marwan, dari keluarga Marwan, yang kemudian digantikan oleh anaknya, Abd Al-Malik (685-705), yang mendapat julukan ayahnya para raja. Di bawah kepemimpinan ‘Abd Al-Malik dan keempat anaknya yang kemudian meneruskan kekuasaannya yaitu Dinasti Umayyah di Damaskus mengalami puncak kejayaan. Dalam pemerintahan Al-Walid dan Hisyam, imperium islam ini dapat memperluas wilayah kekuasaan dan kejayaan sampai batas-batas terjauh, membentang dari Lautan Atlantik dan Pyrenness hingga ke Indus dan perbatasan Cina. Dan sebuah upaya terbesar umat Islam terbesar saat itu adalah penaklukan Islam ke benua Eropa, Spanyol.
Pada masa itulah juga menandai proses masionalisasi atau Arabisasi dalam bidang administrasi, pembuatan keping mata uang arab pertama, pembentukan layanan pos dan pembangunan berbagai monumen termasuk Kubah Batu di Yerussalem.
Semenjak diangkat menjadi khalifah, dan selama sepuluh tahun pertama, Abd Al-Malik banyak dijegal oleh lawannya. Setelah ia meninggal, ia mewariskan kepemerintahan kepada anaknya Al-Walid. Al-Walid terbukti sukses meneruskan kinerja ayahnya yang gemilang.
Penaklukan Suriah, Irak, dan Mesir pada masa Umar dan Ustman sempat berakhir, namun tahap kedua dimulai oleh ‘Abd Malik dan Al-Walid. Kegemilangan ini tidak terlepas oleh peran anak buahnya yaitu Al- Hajjaj ibn Yusuf Al-Tsaqofi dan Musa Ibn Nushayr.

  1. Ekspansi ke Asia Tengah, India, dan Semenanjung Iberia
Setelah wilayahnya berhasih dikendalikan, wakil Umayyah mengirimkan ‘Abd Al-Rahman Ibn Muhammad ibn Al-Asy’ats untuk mengahdapi Zunbail, raja Turki di Kabul atau Afganistan yang menolak membayar pajak. Dengan senjata perang yang lengkap, sehingga pasukan tersebut dijuluki “pasukan burung merak”.[8]
Penaklukan besar lainnya yaitu yang dilakukan oleh Qutaybah, yang berhasil menaklukan beberapa ekspedisi militer di kawasan seberang sungai, Transoxiana, di Asia Tengah. Wilayah Oxus, yang hingga kini menjadi perbatasan Iran dan Turan, atau antara masyarakat yang berbahasa Persia dan Turki. Qutaybah juga berhasil menguasai Takaristan bagian bawah dan ibu kotanya Balkh (Yunani, Bakhtra) 705. Menaklukkan Bukhara di Shagda atau Sogdiana serta kawasan sekitarnya, dan menduduki sebagian wilayah Samarkand dan Khwarizm (712). Pada (706-715), ia memimpin sebuah ekspedisi militer ke provinsi Jaxartes, terutama Farghanah. Penaklukan itu menandai masuknya kekuatan Islam di daerah yang hingga saat itu masih dikenal dengan wilayah Khanah, Asia Tengah (Cina dan Mongolia). Bukhara, Balkh, dan Samarkand mempunyai banyak peribadatan Budha, di sana Qutaybah menemukan banyak berhala. Tanpa ragu, ia membakar patung-patung tersebut dengan tangannya sendiri. Kuil api di Bukhara juga dihancurkan, jadi Bukhara dan samarkand menjadi pusar kebudayaan Arab.
Panglima yang lain yang berjasa memperluas wilayahnya adalah Muhammad ibn Qosim, anak tiri Al-Hajjaj. Dengan pasukannya ia berhasil menaklukkan Mukran, menerobos hingga daerah yang dikenal Balukistan. Pada tahun 711-712, berhasih menduduki Sindh, lembah bawah dan delta sungai Indus. Di antara kota yang berhasil dikuasai adalah kota pelabuhan Al-Daybul, tempat berdirinya patung Budha yang menjulang tinggi, setinggi 40 cubit dan A-Nirun (sekarang Haidarabad). Penaklukan itu diteruskan ke wilayah utara sampai Multan, di sebelah Punjab, pusat kuil suci agama Budha. Pada akhir 1947, di kawasan itu lahir sebuah negara baru bernama Pakistan.

  1. AKHIR KEKUASAAN BANI UMAYYAH
Di antara sebab keruntuhan Daulah Umayyah adalah sebagai berikut:[9]
1.      Pengangkatan dua putra mahkota (Tawliyat al_'Ahd ithnayn). Tidak jarang putra mahkota pertama yang menjadi penguasa memecat status putra mahkota yang kedua. Kemudian mengangkat putranya sebagai putra mahkota yang baru. Kejadian ini menimbulkan rasa permusuhan dan perselisihan di intern istana yang berakibat pada melemahnya persatuan di antara mereka.
2.      Latar belakang terbentuknya kedaulatan Bani Umayyah yang tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik  yang terjadi pada masa Ali. Kaum Syiah dan Khawarij selalu melakukan perlawanan baik secara terbuka  maupun secara sembunyi-sembunyi. Hal ini menyedot kekuatan  Daulah Umayyah.
3.      Pertentangan keras antar suku-suku Arab. Pertentangan antara suku Bani Kalb dan Bani Qais yang terjadi pada masa pra Islam semakin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan penguasa Bani Umayyah kesulitan menggalang persatuan dan kesatuan di kalangan bangsa Arab. Ditambah lagi dengan ketidakpuasan kaum Mawali (non Arab) karena diperlakukan tidak sama (dalam perpajakan) dengan muslim Arab. Sistem yang berbeda itu pada gilirannya menyebabkan keresahan dan ketidakpuasan dalam lingkungan muslim non Arab, sehingga pada gilirannya menimbulkan gerakan untuk menumbangkan kekuasaan Umawiyah
4.      Terlena dalam kemewahan, Dari segi cara hidup, para khalifah Dinasti Umayyah telah meninggalkan pola dan cara hidup Nabi Muhammad SAW dan Khulafa' Ar-Rasyidun. Mereka menjaga jarak dengan masyarakat, dengan tinggal di istana yang dikelilingi oleh para pengawal. Baitul mal yang selama masa pemerintahan sebelumnya difungsikan sebagai dana swadaya masyarakat yang difungsikan untuk kepentingan rakyat, pada masa Umayyah telah berubah fungsi. Kecuali ketika dinasti Umayyah di bawah pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, kas negara adalah milik penguasa dan keluarganya. Rakyat hanya wajib untuk menyetor pajak tanpa mempunyai hak menanyakan penggunaannya. Pada masa ini pajak Negara dialihkan menjadi harta pribadi para kholifah. Pendapatan pajak diperoleh dari, pajak tanah, jizyah, zakat, cukai dan pajak pembelian, upeti yang harus dibayar menurut perjanjian, seperlima ghonimah, fai’, impor tambahan hasil bumi, hadiah festifal, dan upeti anak dari bangsa barbar. Sikap ini membuat lengah penguasa terhadap urusan kenegaraan. Disamping itu tokoh agama merasa kecewa terhadap perilaku penguasa yang tidak bisa menjadi suri tauladan.
5.      Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd. Al-Muthallib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syiah, dan kaum Mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah

  1. Peniggalan Dinasti Umayyah
Selama periode kekuasaan Dinasti Umayyah, kota Hijaz, Mekkah, dan Madinah, menjadi tempat perkembangan musik, lagu dan puisi. Sedangkan kota kembar di Irak, Kuffah dan Bashrah, berkembang menjadi pusat aktivitas intelektual di dunia Islam.[10]
Di perbatasan Persia inilah kajian ilmiyah tentang bahasa dan tata bahasa Arab dimulai, dan dilakukan terutama oleh dan unutk para ulama. Tercatat Iyad ibn Abih, salah seorang gubernur dari pemerintahan Umayyah, masjid di Agung di Kuffah direnovasi dan perluas dengan ruang-ruang beratap datar disangga oleh kolom-kolom batu. Menurut Tabari (838-923) seorang sejarawan dan teolog, penentuan luas masjid dengan cara memerintahkan seseorang untuk melempar tombak ke empat arah mata angin, yang diarah kiblat (selatan) kemudian ditempatkan dinding kiblat, dengan cara ini ternyata dinding dan lajur kolom-kolom tepat kea rah kiblat.[11]
Penginggalan yang tak kalah indahnya adalah sebuah masjid yang terletak di Kordoba, Spanyol. Masjid Agung Kordoba mula pertama dibangun oleh abdur Rahman I (756-788) pendiri dinasti Umayyah di Spanyol.[12] Abul Malik peguasa V (685-705) salah seorang pemimpin terkuat dari Dinasti Umayyah mempunyai perhatian besar pada Jerussalem. Dia membangun Kubah Batu (dome of the rock atau qubat al saka) di Jerussalem, hingga saat ini menjadi salah satu monumen Islam terbesar. Kubah Batu karang terletak di atas buki karang dariGunung Moriah dibangun antara tahun 687-692. Gunung Moriah diidentifikasikan sebagai tempat Nabi Ibrahim akan mengorbankan putranya Nabi Ismail untuk dipersembahkan  kepada Allah kemudia dihentikan oleh malaikat.
Istana Saragosa juga merupakan peninggalan yang sangat indah dari kekuasaan dinasti Umayyah. Dinding keliling kombinasi batu dan bata, di dalamnya terdapat sebuah masjid diberi nama al-muqtadir dari bata.[13]
Peninggalan laninnya adalah benteng dan islana Al-Hambra di Granada. Granada terletak di pegunungan dekat sierra Nevada di selatan barat Spanyol, terkenal sebagai ibu kota pemerintahan muslim terakhir. Al Hambra sebuah istana dalam benteng, merupakan salah satu peninggalan muslim di Spanyol terindah. Kompleks istana Al hambra dibangun dibangun di atas dataran tinggi Sabika berketinggian antara 740-220 mdpl. Al hambra dibangun oleh Muhammad I mulai 1238, dengan membangun saluran air dari sungai Darro untuk memsok air banyak dipakai terutama kolam dan air mancur dalam kompleks istana. Di antara penguasa Muslim bermukim di Granada membangun dan mengembangkan Alhambra terpenting adalah Muhammad V yang mendirikan bagian paling indah dari Istana, dinamakan Taman Singa (Court of Lion).[14]
Universitas AlQarawiyyin atau Jami'ah AlQarawiyyin berada di kota Fez Maroko yang didirikan pada 859 M. Pada tahun 1998, Guiness World of Record menempatkan universitas ini sebagai Universitas tertua dan pertama yang menawarkan gelar kesarjanaan. Cikal bakal universitas ini berasal dari aktivitas diskusi yang digelar di Masjid antara penduduk setempat dan juga para pendatang yang berasal dari Qairawan atau Tunisia. Selain itu juga digunakan sebagai tempat untuk membahas perkembangan politik. Lambat laun apa yang dibahas mencakup berbagai macam bidang ilmu.[15]

  1. Khalifah-klalifah Dinasti Umawiyah
Ada 14 orang khalifah Bani Umayyah yang memiliki pengaruh besar di masa Dinasti Umawiyah. Adapun para khalifah Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1.      Mu’awiyah bin Abi Sufyan (41-60 H / 661-680 M)
2.      Yazid bin Muawiyah (60-64 H / 680-683)
3.      Mu’awiyyah bin Yazid (64 H / 683 M)
4.      Marwan bin al-Hakam (64-65 H / 683-685 M)
5.      Abdul Malik bin Marwan (65-86 H / 685-705 M)
6.      Al-Walid bin Abdul Malik (86-96 H / 705-717 M)
7.      Sulaimann bin Abdul Malik (96-99 H / 715-717 M)
8.      Umar bin Abdul Aziz (99-101 H / 717-720 M)
9.      Yazid bin Abdul Malik bin Marwan (101-105 H / 720-724 M)
10.  Hisham bin Abdul Malik (105-125 H / 724-743 M)
11.  Al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik (125-126 H / 743-744 M)
12.  Yazid an-Naqis bin Al-Walid (126 H / 744 M)
13.  Ibrahim bin al-Walid bin Abdul Malik (126 H / 744 M)
14.  Marwan bin Muhammad (127-132 H / 744-750 M)

I.       Daftar Pustaka
Aryatna, Alifa, 2013, 125 Cerita Fakta Islam yang Unik dan Menakjubkan, Jakarta: Transmedia
Hitti, Philip K., 2006, History of The Arabs From the Earliest Time to The Present, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta
 Ibrahim, Qasim A. dan Muhammad A. Saleh, 2014, Buku Pintar Sejarah Islam, Jakarta: Zaman
 Ilham,  Masturi, Malik Supar, Abidun Zuhri, 2001, Muqoddimah Ibnu Khaldun, (Jakarta: Pustaka Al-Kaustar
Nabil, Husin, 2016, Muara Cinta, Jakarta: Mizan Publika
Rauf, Imam Faesal Abdul, 2007, Seruan Azan di Puing WTC “Dakwah Islam di Jantung Amerika Pasca 9/11”, Bandung: Mizan Pustaka,
Sumalyo,  Yulianto, 2006, Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press




[1] Alifa Aryatna, 125 Cerita Fakta Islam yang Unik dan Menakjubkan, (Jakarta: Transmedia, 2013), hal: 40
[2] Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Buku Pintar Sejarah Islam, (Jakarta: Zaman, 2014), hal: 237
[3] Philip K. Hitti, History of The Arabs From the Earliest Time to The Present, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006), hal: 235
[4] Imam Faesal Abdul Rauf, Seruan Azan di Puing WTC “Dakwah Islam di Jantung Amerika Pasca 9/11”, (Bandung: Mizan Pustaka, 2007), hal: 226
[5] Husin Nabil, Muara Cinta, (Jakarta: Mizan Publika, 2016), hal: 616
[6]  Ibid, hal: 259
[7]  Ibid, hal: 239
[8] Ibid, hal: 259
[9] Masturi Ilham, Malik Supar, Abidun Zuhri, Muqoddimah Ibnu Khaldun, (Jakarta: Pustaka Al-Kaustar, 2001), hal: 258
[10] Ibid, hal: 301
[11] Yulianto sumalyo, Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), hlm.56
[12]  Ibid: hal: 221
[13]  Ibid: hal 223
[14]  Ibid: hal 225
[15] Perjuanganislam.blogspot.co.id, 7 peninggalan umat Islam, diakses tanggal 10 junuari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar