Kamis, 26 Desember 2013

Musik Menurut Pandangan Islam


PENDAHULUAN

            Dalam kehidupan, manusia tidak bisa dipisahkan dengan seni. Keprihatian yang dalam akan kita rasakan, kalau kita melihat ulah generasi muda Islam yang cenderung liar dalam bermain musik dan bernyanyi. Serta berkiblat terhadap penyanyi terkenal yang kurang berakhlak dan tidak berpegang dengan nilai-nilai Islam. Atau mungikin juga mereka jarang mendapatkan keteladanan dari orang tua ataupun dari guru di sekolah. Akhirnya, generasi muda Islam cenderung mencontoh  pemusik atau penyanyi sekuler yang sering mereka saksikan di TV, radio, kaset, DVD, dan lainnya.
            Secara tidak langsung kehidupan remaja diwarnai dengan kehidupan sekuler. Artinya, mengatur kehidupan dengan tidak berasaskan agama Islam (Muhammad Quthb), atau dalam bahasa yang lebih tajam adalah memisahkan agama dengan segala urusan kehidpan (Syaikh Taqiyyudin An-Nabhani). Dengan demikian sekuler tidak sekedar dalam pemisahan agama dengan politik, tapi pemisahan agama dengan seni, termasuk seni musik.
            Seni musik terbukti mendapat sambutan besar dari segala lapisan masyarakat, terutamaya dari golongan remaja. Namun, perkembangan musik di Indonesia ada yang bercorak tradisional dan modern. Dan dilihat mulai menyimpang dari fungsina, yaitu untuk ketenangan dan tadabur atas nikmat Allah.[1]
            Dalam tulisan ini akan membahas sedikit tentang musik dan menyanyi serta hukumnya. Serta musik dalam pandangan Islam.








MUSIK DALAM PANDANGAN ISLAM

            Karena musik adalah bagian dari seni, maka harus mengetahui terlebih dahulu definisi seni. Dalam Ensiklopedia Indonesia, seni diartikan sebagai penjelmaan rasa indah dalam jiwa manusia, yang lahir dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indra pendengar (seni musik), penglihat (seni rupa), atau dilahirkan dalam bentuk gerak (seni tari). Adapum seni musik adalah seni yang berhubungan dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari alat musik tersebut.
            Agama Islam merupakan agama fitrah bagi manusia.oleh sebab itu setiap ajaran yang telah disyari’atkan kepada manusia semestinya bertepatan dengan fitrah semula. Dan jika diperhatikan, setiap manusia akan senderung kepada hiburan. Dan musik adalah salah satunya.
            Asal penggunaan kalimat musik dan definisinya dari aspek terminologi adalah dipercaya bahwa ini dari bahasa Greek. Dikatakn bahwa kalimat ini dipinjam penggunaannya oleh orang Islam pada kurun kedelapan hingga kesepuluh hijrah. Maka definisi yang dikemukakan oleh musikologi dan ahli etnomusikologi yaitu seni dan sains memadukan bunyi nada suara atau bunyi alat bagi membentuk berbagai pernyataan yang memuaskan emosi, estetika, dan struktur bagi sistem kepercayaan yang membentuk asas kepercayaan.[2]
            Daripada definisi tersebut, kita dapat mengetahui ciri-ciri dari musik itu sendiri, antara lain[3] :
1.      Bunyi suara atau peralatan
2.      Hasilan yang memuaskan emosi dan estetika
3.      Memenuhi tujuan tertentu seperti sistem kepercayaan dan lainnya
Dalam pembahasan masalah musik dan menyanyi ini, menurut Farid Ma’ruf, adanya pemilahan hukum berdasarkan variasi dan kompleksitas fakta yang ada dalam aktifitas bermusik dan menyanyi. Menurutnya, terlalu sederhana apabila hukumnya digolongkan menjadi dua, yaitu hukum memainkan musik  dan hukum menyanyi. Maka paling tidak ada empat hukum fiqh yang berkaitan tentang aktifitas tersebut, yaitu :
1.      Hukum melantunkan nyanyian
2.      Hukum mendengarkan nyanyian
3.      Hukum memainkan alat musik
4.      Hukum mendengarkan alat musik
Para ulama’ pun berpendapat yang berbeda-beda tentang hal ini, antara lain :
1.         Syaikh Abdurrahman Al-Jaziri dalam bukunya Kitab Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah
2.         Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas
3.         Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam
4.         Toha Yahya Omar, Hukum Seni Musik, Seni Suara, Dan Seni Tari Dalam Islam
Dan dari para ulama’ juga ada yang berpendapat bahwa musik dan nyanyian itu hukumnya haram. Diantara yang mengharamkan nyanyian dan musik adalah Imam Ibnu Al-Jauzi, Imam Qurthubi, dan Imam Syaukani. Dan yang bependapat bahwa nyanyian dan misik halal adalah Imam Malik, Imam Ja’far, Imam ghazali, dan Imam Daud Azh Zhahiri. Dan masing-masing dari ulama ‘ tersebut menggunakan landasan Al-Qur’an dan Hadist Nabawi untuk menguatkan pendapat.[4]
            Diantara landasan-landasan atas diharamkannya musik dan nyanyian adalah sebagai berikut :
z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ÎŽtIô±tƒ uqôgs9 Ï]ƒÏysø9$# ¨@ÅÒãÏ9 `tã È@Î6y «!$# ÎŽötóÎ/ 5Où=Ïæ $ydxÏ­Gtƒur #·râèd 4 y7Í´¯»s9'ré& öNçlm; Ò>#xtã ×ûüÎgB ÇÏÈ
Artinya : “dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan, mereka itulah yang akan memperoleh azabyang menghinakan” [5]
øÌøÿtFó$#ur Ç`tB |M÷èsÜtGó$# Nåk÷]ÏB y7Ï?öq|ÁÎ/ ó=Î=ô_r&ur NÍköŽn=tã y7Î=øsƒ¿2 šÎ=Å`uur óOßgø.Í$x©ur Îû ÉAºuqøBF{$# Ï»s9÷rF{$#ur öNèdôÏãur 4 $tBur ãNèdßÏètƒ ß`»sÜø¤±9$# žwÎ) #·rãäî ÇÏÍÈ  
Artinya : “dan hasunglah yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu (suaramu), dan kerahkanlah terhadap mereka paskan berkuda dan pasukan yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan berjanjilah mereka, dan tidak ada yang dijanjikan olehsyaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka“
Dan seperti yang dikatakan dalam Hadist, Rasulullah saw bersabda:“sesungguhnya akan terdapat di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutra, dan alat permainan (musik). Kemudian segolongan (dari kaum Muslimin) akan pergi ke tebing bukit yang tinggi. Lal para penggembala dengan ternak kambingnya mengunjungi golongan tersebut. Lalu mereka didatangi ole seorang yang fakir untuk meminta esuatu. Ketika itu mereka kemudian berkata,“Datanglah kepada kami esok hari“. Pada malam hari Allah membinasahkan mereka dan menghempaskan bukit itu ke atas merka.sisa mereka yang tidak binasa pada malam tersebut ditukar rupanya menjadi monyet dan babi hingga hari kiamat“[6]
            Dan diantara landasan atas dihalalkannya musik dan nyanyian adalah sebagai beriut:
ôÅÁø%$#ur Îû šÍô±tB ôÙàÒøî$#ur `ÏB y7Ï?öq|¹ 4 ¨bÎ) ts3Rr& ÏNºuqô¹F{$# ßNöq|Ás9 ÎŽÏJptø:$# ÇÊÒÈ  
Artimya:“dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai“[7]
Sedangkan Imam Ghazali mengambil perngertian ini dari mafhum mukhalafah. Allah SWT memuji suara yang baik. Dengan demikian dibolehkan mendengarkan nyanyian yang baik (Ihya’Ulumuddin). Hadist Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Majjah, dan lainnya dari Rubayyi‘ binti Muawwiz Afra:“Rubayyi‘ berkata bahwa Rasulullah saw datang pada pesta pernikahannya, lalu Nabi duduk di atas tikar. Tak lama kemudian beberapa orang dari jari’ah (wanita budak)nya segera memukul rebana sambil memuji-muji (dengan memyenandungkan) orang tuanya yang syahid di medan perang Badar. Tiba-tiba salah seorang dari jarah berkata;“diantara kita ini ada Nabi saw yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi esok hari.“Tetapi Nabi segera bersabda,“Tinggalkanlah omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi. Hadits riwayat Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra. Katanya,”Aku pernah megawinkan seorang wanita denga seorang laki-laki dari kalangan anshar. Maka Nabi bersabda,“Hai Aisyah, tidak adakah padamu hiburan (nyanyian) karena sesungguhnya orang-orang anshar senang dengan hiburan (nyanyian).[8]
Dari sini kta dapat memahami bahwa nyainyian ada yang dihalalkan dan ada juga yang diharamkan. Nanyian hamram didasarkan pada dalil-dalil, yaitu nyanyian yang disertai dengan kemaksiatan atau kemungkaran, bak berupa perkataan, perbuatan, atau sarana, seperti khamr, zina, penampakan aurat, campur baur antara wamita dan laki-laki, atau syairnya bertentangan dengan syar’at, mislnya mengajak pacaran, pergaulan bebas, mempropagandakan sekulerisme, liberalisme, nasionalisme, dan lain sebaginya. Nanyian dihalalkan didasarkan pada dalil-dalil yaitu yanyian yang kriterianya adalah bersih dari unsur kemaksiatan atau kemungkaran. Misalnya nyanyian yang syairnya memuji Allah, mendorong orang meneladani Rasul, mengajak taubat dari judi, mengajak menutut ilmu, menceritakan keindahan alam semesta dan isinya, (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas).[9]
            Tokoh-tokoh yang aktif dan berperan dalam seni musik adalah sebagian dari para ulama‘ besar dan para ahli filsafat, yaitu:
1.      Al-Farobi, beliau banyak menyumbang dari segi pemikiran serta menghasilkan buku dalam bidang falsafah, mantik, sosiologi, sains, dan musik. Di dalam seni musik, beliau merupakan seorang emusik yang handal dan lagu hasil karyanya meninggalkan kesan secaa langsung kepada para pendengarnya. Selain itu Al-Farobi juga berjaya menciptakan sejenis alat musik yang dikenal sebagai gambus.
2.      Al-Kindi, ia adalah seorang filsafat dan pakar dalam bidang musik dan bannyak enghasilkan buku mengenai teori musik. Al-Kindi juga menemukan berbagai mot musik yang mana apabila digabungkan akan menghsilkan harmoni.
3.      Muhyiddin Ibn Arabi, merupakan seorang ahli musik Islam yang terkenal. Dalam bkunya memnerangkan bahwa Islam mencadangkan agar seni musik dipertingkatkan.
4.      Tokoh lainnya yang berperan aktif dalam musik adalah Safi al-Din Abd Al-Mu’min, Shams al-Din Muhammad bin Safi al-Din, Al-Isfahani, Khalil Bin Ahmad, dan Al-Urmawi.[10]
Lalu, bagaimanakah hukm mendengarkan musik?
Pada masa kini, musik sudah dapat dinikmati manusia dalam berbagai macam alat elektronika seperti, radio, televisi, internet, dan alat-alat lainnya tanpa memerlukan hadir di tempat-tempat konsert hiburan. Menurut Prof.Dr. Yusuf Al-Qaradhawi ialah setiap pendengar merupakan orang yang paling mahir dalam menentukan hukum seni musik. Sekiranya, jika nyanyian tersebut dapat menaikkan syahwat, mendorong ke arah kejahatan, menjadi lalai dalam mengerjakan ibadah, maka kewajiban pendengar untuk menjahuinya dan menutup pintu fitnah itu demi memelihara dirinya dan agama.
            Seperti apa yang terjadi sekarang ini, kontes pengadaan persembahan seni musik sudah merajalela di kalangan artis, anak muda, dan orang tua. Mereka memamerkan keindahan suara yang dimiliki dan disaksikan ribuan orang, laki-laki dan wanita tidak ada batasnya. Apa lagi ajang seperti ini dijadikan kesempatan untuk pacaran dan lain sebagainya.
            Dalam Islamisasi seni musik, mereka masih berperluang untuk konsert, tapi tidak bertentangan dengan syariah Islam. Sebagai contoh, persembahan artis wanita yang diadakan secara tertutup yang dihadiri oleh kalangan wanita saja, tidak timbul masalah aurat dan pergaulan bebas, dan yang pasti lagu yang disampaikan hendakla mempunyai lirik yang baik dan condong ke arah yang positif.[11]
            Islamisasi sini musik, bukalah langkah mewujudkan seseatu yang baru, akan tetapi kita seharusnya menilai dan mana-mana yang menyeleweng dari syariat agar selaras dengan tuntutan syairat dan manpu dijadikan salah satu media pendidikan. Dengan kata lain, kita seharusnya menyediakan mekannime baru untuk menaikkan martabat hiburan ke arah yang lebih baik.
            Seprti apa yang kita ketahui sekarang ini banyak ajang yang disedikan untuk mengembangkan bakat musik. Misalnya Akademi Fantasi Indonesia, Indonesia Idol, Idola Cilik, Indonesia Mencaari Bakat, X Factor Indonesia, dan masih banyak yang lainnya. Dipandang bahwa yang menyelengarakan program seperti ini tidak sesuai dengan syariat Islam dan lebih condong ke budaya Barat.
            Kendalanya, belum ada wadah yang diselenggarakan oleh Islam untuk mengembangkan bakat anak-anak, anak muda, ataup dewasa. Maka secara tidak langsung banyak dari mereka memanfaatkan fasiltas showuntuk mengekspresikan bakatnya, mencari eksitensi, harga diri, yang berlandaskan hak asasi manusia.
            Sedangkan hukum mendengaran musik secara lagsung (live), tergantung pada faktor yang mengikutinya. Apabila cenderung ke arah yang tidak sesuai dengan syariat Islam, menjadi fartor pergaulan bebas dan kemaksiatan, dan diselenggarakannya di GOR, konsert, balai, ataupun lainnya, sudah jelas haram hukumnya.


            Adapun pedoman untuk nyanyian dan musik diantara sebagai berikut ini[12]:
1.      Musisi
·         Bertujuan menghibur dan menggairahkan perbuatan baik (khayr / ma’ruf) dan menghapus kemaksiatan, kemungkaran, dan kezhaliman. Misalnya, mengajak jihad fi sabilillah, mengajak mendirikan masyarakat Islam. Atau menentang judi, menentang pergaulan bebas, menentang pacaran, menentang kezaliman penguasa sekuler
·         Tidak ada unsur tasyabuh bil-kuffar (meniru orang kafir dalam masalah yang bersangkutpaut dengan sifat khas kekufurannya) baik dalam penampilan maupun dalam berpakaian. Misalnya, mengenakan kalung salib, berpakaian ala pastor atau bhiksu, dan sejenisnya
·         Tidak menyalahi ketentuan syara’, seperti wanita tampil menampakkan aurat, berpakaian ketat dan transparan, bergoyang pinggul, dan sejenisnya. Atau yang laki-laki memakai pakaian dan/atau asesoris wanita, atau sebaliknya, yang wanita memakai pakaian dan/atau asesoris pria
2.      Instrumen (alat musik)
·         Memberi kemaslahatan bagi pemain ataupun pendengarnya. Salah satu bentuknya seperti genderang untuk membangkitkan semangat
·         Tidak ada unsur tasyabuh bil-kuffar dengan alat musik atau bunyi instrumen yang biasa dijadikan sarana upacara non muslim
3.      Syair dalam setiap bait lirik lagu
·         Berisi Amar ma’ruf (menuntut keadilan, perdamaian, kebenaran dan sebagainya) dan nahi munkar (menghujat kedzaliman, memberantas kemaksiatan, dan sebagainya)
·         Memuji Allah, Rasul-Nya dan ciptaan-Nya
·         Berisi ‘ibrah dan menggugah kesadaran manusia
·         Tidak menggunakan ungkapan yang dicela oleh agama
·         Hal-hal mubah yang tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam
4.      Waktu dan tempat
·         Waktu mendapatkan kebahagiaan (waqtu sururin) seperti pesta pernikahan, hari raya, kedatangan saudara, mendapatkan rizki, dan sebagainya
·         Tidak melalaikan atau menyita waktu beribadah (yang wajib)
·         Tidak mengganggu orang lain (baik dari segi waktu maupun tempat)
·         Pria dan wanita wajib ditempatkan terpisah (infishal) tidak boleh ikhtilat (campur baur)
Menikmati musik, bernyanyi, memainkan alatnya hukumnya adalah mubah. Selama itu masih dalam syariat Islam dan tidak bertentangan dengannya. Kecuali ada dalil yang menyatakan hal itu haram, maka akan menjadi haram hukumnya. Dan selama itu untuk kebaikan, tidak untuk maksiat, khalwat, memamerkan bakat, maka hal itu boleh dilakukan. 






DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim
Hasan, Zulkifli, dkk, Sumbangan Intelektual Islam dalam Seni
Hidayat, Nuim, Musik dalam Islam, 2012
Ma’ruf, Farid, Hukum Menyanyi dan Musik dalan Fiqh Islam, 207
Kamil, Mohamed, dkk, Ke Arah Memperkasakan Islamisasi Seni Musik Sebagai Salah Satu Altermatif Satu Pengamatan Awal, Jurnal Hadhari, Universitas Islam Malaya, Malaysia, 2008









[1] Farid Ma’ruf, Hukum Menyanyi dan Musik dalam Fiqh Islam, 2007
[2] Mohamad Kamil dan Muhammed Bin Yusuf, Ke Arah Memperkasakan Islamisasi Seni     Musik sebagai Satu Alternatif: Satu Pengamatan Awal, 2008
[3] Id
[4] Nu’im Hidayat, Musik dalam Islam, 2012
[5] Al-Qur’an, Luqman: 6
[6]  H.R Bukhori
[7] Al-Qur’an, Luqman: 19
[8] Id
[9] Farid Ma’ruf, Hukum Menyanyi dan Musik dalam Fiqh Islam, 2007

[10]  Zulkfli Hasan dan Hanani Harun, Sumbangan Intelektual Islam dalam Seni
[11] Id , Ke Arah Memperkasakan Islamisasi Seni Musik sebagai Satu Alternatif: Satu Pengamatan Awal, 2008

[12] Farid Ma’ruf, Hukum Menyanyi dan Musik dalam Fiqh Islam, 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar