PENDAHULUAN
Dalam kehidupan, manusia tidak bisa
dipisahkan dengan seni. Keprihatian yang dalam akan kita rasakan, kalau kita
melihat ulah generasi muda Islam yang cenderung liar dalam bermain musik dan
bernyanyi. Serta berkiblat terhadap penyanyi terkenal yang kurang berakhlak dan
tidak berpegang dengan nilai-nilai Islam. Atau mungikin juga mereka jarang
mendapatkan keteladanan dari orang tua ataupun dari guru di sekolah. Akhirnya,
generasi muda Islam cenderung mencontoh
pemusik atau penyanyi sekuler yang sering mereka saksikan di TV, radio,
kaset, DVD, dan lainnya.
Secara tidak langsung kehidupan
remaja diwarnai dengan kehidupan sekuler. Artinya, mengatur kehidupan dengan
tidak berasaskan agama Islam (Muhammad Quthb), atau dalam bahasa yang
lebih tajam adalah memisahkan agama dengan segala urusan kehidpan (Syaikh
Taqiyyudin An-Nabhani). Dengan demikian sekuler tidak sekedar dalam
pemisahan agama dengan politik, tapi pemisahan agama dengan seni, termasuk seni
musik.
Seni musik terbukti mendapat sambutan
besar dari segala lapisan masyarakat, terutamaya dari golongan remaja. Namun,
perkembangan musik di Indonesia ada yang bercorak tradisional dan modern. Dan
dilihat mulai menyimpang dari fungsina, yaitu untuk ketenangan dan tadabur atas
nikmat Allah.[1]
Dalam tulisan ini akan membahas
sedikit tentang musik dan menyanyi serta hukumnya. Serta musik dalam pandangan
Islam.
MUSIK
DALAM PANDANGAN ISLAM
Karena
musik adalah bagian dari seni, maka harus mengetahui terlebih dahulu definisi
seni. Dalam Ensiklopedia Indonesia, seni diartikan sebagai penjelmaan rasa
indah dalam jiwa manusia, yang lahir dengan perantaraan alat komunikasi ke
dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indra pendengar (seni musik), penglihat
(seni rupa), atau dilahirkan dalam bentuk gerak (seni tari). Adapum seni musik
adalah seni yang berhubungan dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari
alat musik tersebut.
Agama Islam merupakan agama fitrah bagi
manusia.oleh sebab itu setiap ajaran yang telah disyari’atkan kepada manusia
semestinya bertepatan dengan fitrah semula. Dan jika diperhatikan, setiap
manusia akan senderung kepada hiburan. Dan musik adalah salah satunya.
Asal penggunaan kalimat musik dan
definisinya dari aspek terminologi adalah dipercaya bahwa ini dari bahasa
Greek. Dikatakn bahwa kalimat ini dipinjam penggunaannya oleh orang Islam pada
kurun kedelapan hingga kesepuluh hijrah. Maka definisi yang dikemukakan oleh
musikologi dan ahli etnomusikologi yaitu seni dan sains memadukan bunyi nada
suara atau bunyi alat bagi membentuk berbagai pernyataan yang memuaskan emosi,
estetika, dan struktur bagi sistem kepercayaan yang membentuk asas kepercayaan.[2]
Daripada definisi tersebut, kita dapat
mengetahui ciri-ciri dari musik itu sendiri, antara lain[3] :
1. Bunyi suara atau peralatan
2. Hasilan yang memuaskan emosi dan estetika
3. Memenuhi tujuan tertentu seperti sistem kepercayaan dan lainnya
Dalam pembahasan masalah musik dan menyanyi
ini, menurut Farid Ma’ruf, adanya pemilahan hukum berdasarkan variasi dan
kompleksitas fakta yang ada dalam aktifitas bermusik dan menyanyi. Menurutnya,
terlalu sederhana apabila hukumnya digolongkan menjadi dua, yaitu hukum
memainkan musik dan hukum menyanyi. Maka
paling tidak ada empat hukum fiqh yang berkaitan tentang aktifitas tersebut,
yaitu :
1. Hukum melantunkan nyanyian
2. Hukum mendengarkan nyanyian
3. Hukum memainkan alat musik
4. Hukum mendengarkan alat musik
Para ulama’ pun berpendapat yang berbeda-beda tentang hal ini, antara
lain :
1.
Syaikh Abdurrahman Al-Jaziri dalam bukunya
Kitab Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah
2.
Syaikh
Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas
3.
Dr.
Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam
4.
Toha Yahya
Omar, Hukum Seni Musik, Seni Suara, Dan Seni Tari Dalam Islam
Dan dari para ulama’ juga ada yang berpendapat bahwa
musik dan nyanyian itu hukumnya haram. Diantara yang mengharamkan nyanyian dan
musik adalah Imam Ibnu Al-Jauzi, Imam Qurthubi, dan Imam Syaukani. Dan yang
bependapat bahwa nyanyian dan misik halal adalah Imam Malik, Imam Ja’far, Imam
ghazali, dan Imam Daud Azh Zhahiri. Dan masing-masing dari ulama ‘
tersebut menggunakan landasan Al-Qur’an dan Hadist Nabawi untuk menguatkan
pendapat.[4]
Diantara
landasan-landasan atas diharamkannya musik dan nyanyian adalah sebagai
berikut :
z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB “ÎŽtIô±tƒ uqôgs9 Ï]ƒÏ‰ysø9$# ¨@ÅÒã‹Ï9 `tã È@‹Î6y™ «!$# ÎŽötóÎ/ 5Où=Ïæ $ydx‹Ï‚Gtƒur #·râ“èd 4 y7Í´¯»s9'ré& öNçlm; Ò>#x‹tã ×ûüÎg•B ÇÏÈ
Artinya :
“dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak
berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan
menjadikan jalan Allah itu olok-olokan, mereka itulah yang akan memperoleh
azabyang menghinakan” [5]
ø—Ì“øÿtFó™$#ur Ç`tB |M÷èsÜtGó™$# Nåk÷]ÏB y7Ï?öq|ÁÎ/ ó=Î=ô_r&ur NÍköŽn=tã y7Î=ø‹sƒ¿2 šÎ=Å`u‘ur óOßgø.Í‘$x©ur ’Îû ÉAºuqøBF{$# ω»s9÷rF{$#ur öNèdô‰Ïãur 4
$tBur ãNèd߉Ïètƒ ß`»sÜø‹¤±9$# žwÎ) #·‘rãäî ÇÏÍÈ
Artinya : “dan hasunglah yang kamu sanggupi di antara mereka dengan
ajakanmu (suaramu), dan kerahkanlah terhadap mereka paskan berkuda dan pasukan
yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan
berjanjilah mereka, dan tidak ada yang dijanjikan olehsyaitan kepada mereka
melainkan tipuan belaka“
Dan seperti yang dikatakan dalam Hadist, Rasulullah saw
bersabda:“sesungguhnya akan terdapat di kalangan umatku golongan yang
menghalalkan zina, sutra, dan alat permainan (musik). Kemudian segolongan (dari
kaum Muslimin) akan pergi ke tebing bukit yang tinggi. Lal para penggembala
dengan ternak kambingnya mengunjungi golongan tersebut. Lalu mereka didatangi
ole seorang yang fakir untuk meminta esuatu. Ketika itu mereka kemudian
berkata,“Datanglah kepada kami esok hari“. Pada malam hari Allah membinasahkan
mereka dan menghempaskan bukit itu ke atas merka.sisa mereka yang tidak binasa
pada malam tersebut ditukar rupanya menjadi monyet dan babi hingga hari kiamat“[6]
Dan diantara landasan
atas dihalalkannya musik dan nyanyian adalah sebagai beriut:
ô‰ÅÁø%$#ur ’Îû šÍ‹ô±tB ôÙàÒøî$#ur `ÏB y7Ï?öq|¹ 4
¨bÎ) ts3Rr& ÏNºuqô¹F{$# ßNöq|Ás9 ÎŽÏJptø:$# ÇÊÒÈ
Artimya:“dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah
suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai“[7]
Sedangkan Imam Ghazali mengambil perngertian ini dari
mafhum mukhalafah. Allah SWT memuji suara yang baik. Dengan demikian dibolehkan
mendengarkan nyanyian yang baik (Ihya’Ulumuddin). Hadist Bukhari, Tirmidzi,
Ibnu Majjah, dan lainnya dari Rubayyi‘ binti Muawwiz Afra:“Rubayyi‘ berkata
bahwa Rasulullah saw datang pada pesta pernikahannya, lalu Nabi duduk di atas
tikar. Tak lama kemudian beberapa orang dari jari’ah (wanita budak)nya segera
memukul rebana sambil memuji-muji (dengan memyenandungkan) orang tuanya yang
syahid di medan perang Badar. Tiba-tiba salah seorang dari jarah
berkata;“diantara kita ini ada Nabi saw yang dapat mengetahui apa yang akan
terjadi esok hari.“Tetapi Nabi segera bersabda,“Tinggalkanlah omongan itu.
Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi. Hadits riwayat Imam Ahmad, Bukhari
dan Muslim dari Aisyah ra. Katanya,”Aku pernah megawinkan seorang wanita denga
seorang laki-laki dari kalangan anshar. Maka Nabi bersabda,“Hai Aisyah, tidak
adakah padamu hiburan (nyanyian) karena sesungguhnya orang-orang anshar senang
dengan hiburan (nyanyian).[8]
Dari sini kta dapat memahami bahwa nyainyian ada yang
dihalalkan dan ada juga yang diharamkan. Nanyian hamram didasarkan pada
dalil-dalil, yaitu nyanyian yang disertai dengan kemaksiatan atau kemungkaran,
bak berupa perkataan, perbuatan, atau sarana, seperti khamr, zina, penampakan
aurat, campur baur antara wamita dan laki-laki, atau syairnya bertentangan
dengan syar’at, mislnya mengajak pacaran, pergaulan bebas, mempropagandakan
sekulerisme, liberalisme, nasionalisme, dan lain sebaginya. Nanyian dihalalkan
didasarkan pada dalil-dalil yaitu yanyian yang kriterianya adalah bersih dari
unsur kemaksiatan atau kemungkaran. Misalnya nyanyian yang syairnya memuji
Allah, mendorong orang meneladani Rasul, mengajak taubat dari judi, mengajak
menutut ilmu, menceritakan keindahan alam semesta dan isinya, (Dr.
Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, Syaikh Muhammad
asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas).[9]
Tokoh-tokoh yang aktif
dan berperan dalam seni musik adalah sebagian dari para ulama‘ besar dan para
ahli filsafat, yaitu:
1. Al-Farobi, beliau banyak menyumbang dari segi pemikiran serta
menghasilkan buku dalam bidang falsafah, mantik, sosiologi, sains, dan musik.
Di dalam seni musik, beliau merupakan seorang emusik yang handal dan lagu hasil
karyanya meninggalkan kesan secaa langsung kepada para pendengarnya. Selain itu
Al-Farobi juga berjaya menciptakan sejenis alat musik yang dikenal sebagai
gambus.
2. Al-Kindi, ia adalah seorang filsafat dan pakar dalam bidang musik dan
bannyak enghasilkan buku mengenai teori musik. Al-Kindi juga menemukan berbagai
mot musik yang mana apabila digabungkan akan menghsilkan harmoni.
3. Muhyiddin Ibn Arabi, merupakan seorang ahli musik Islam yang terkenal.
Dalam bkunya memnerangkan bahwa Islam mencadangkan agar seni musik
dipertingkatkan.
4. Tokoh lainnya yang berperan aktif dalam musik adalah Safi al-Din Abd
Al-Mu’min, Shams al-Din Muhammad bin Safi al-Din, Al-Isfahani, Khalil Bin
Ahmad, dan Al-Urmawi.[10]
Lalu, bagaimanakah hukm mendengarkan musik?
Pada masa kini, musik sudah dapat dinikmati
manusia dalam berbagai macam alat elektronika seperti, radio, televisi,
internet, dan alat-alat lainnya tanpa memerlukan hadir di tempat-tempat konsert
hiburan. Menurut Prof.Dr. Yusuf Al-Qaradhawi ialah setiap pendengar merupakan
orang yang paling mahir dalam menentukan hukum seni musik. Sekiranya, jika
nyanyian tersebut dapat menaikkan syahwat, mendorong ke arah kejahatan, menjadi
lalai dalam mengerjakan ibadah, maka kewajiban pendengar untuk menjahuinya dan
menutup pintu fitnah itu demi memelihara dirinya dan agama.
Seperti apa yang
terjadi sekarang ini, kontes pengadaan persembahan seni musik sudah merajalela
di kalangan artis, anak muda, dan orang tua. Mereka memamerkan keindahan suara
yang dimiliki dan disaksikan ribuan orang, laki-laki dan wanita tidak ada
batasnya. Apa lagi ajang seperti ini dijadikan kesempatan untuk pacaran dan
lain sebagainya.
Dalam Islamisasi seni
musik, mereka masih berperluang untuk konsert, tapi tidak bertentangan dengan
syariah Islam. Sebagai contoh, persembahan artis wanita yang diadakan secara
tertutup yang dihadiri oleh kalangan wanita saja, tidak timbul masalah aurat
dan pergaulan bebas, dan yang pasti lagu yang disampaikan hendakla mempunyai
lirik yang baik dan condong ke arah yang positif.[11]
Islamisasi sini musik,
bukalah langkah mewujudkan seseatu yang baru, akan tetapi kita seharusnya
menilai dan mana-mana yang menyeleweng dari syariat agar selaras dengan
tuntutan syairat dan manpu dijadikan salah satu media pendidikan. Dengan kata
lain, kita seharusnya menyediakan mekannime baru untuk menaikkan martabat
hiburan ke arah yang lebih baik.
Seprti apa yang kita
ketahui sekarang ini banyak ajang yang disedikan untuk mengembangkan bakat
musik. Misalnya Akademi Fantasi Indonesia, Indonesia Idol, Idola Cilik,
Indonesia Mencaari Bakat, X Factor Indonesia, dan masih banyak yang lainnya. Dipandang
bahwa yang menyelengarakan program seperti ini tidak sesuai dengan syariat
Islam dan lebih condong ke budaya Barat.
Kendalanya, belum ada
wadah yang diselenggarakan oleh Islam untuk mengembangkan bakat anak-anak, anak
muda, ataup dewasa. Maka secara tidak langsung banyak dari mereka memanfaatkan
fasiltas showuntuk mengekspresikan bakatnya, mencari eksitensi, harga diri,
yang berlandaskan hak asasi manusia.
Sedangkan hukum
mendengaran musik secara lagsung (live), tergantung pada faktor yang
mengikutinya. Apabila cenderung ke arah yang tidak sesuai dengan syariat Islam,
menjadi fartor pergaulan bebas dan kemaksiatan, dan diselenggarakannya di GOR,
konsert, balai, ataupun lainnya, sudah jelas haram hukumnya.
Adapun pedoman untuk
nyanyian dan musik diantara sebagai berikut ini[12]:
1. Musisi
·
Bertujuan
menghibur dan menggairahkan perbuatan baik (khayr / ma’ruf) dan
menghapus kemaksiatan, kemungkaran, dan kezhaliman. Misalnya, mengajak jihad fi
sabilillah, mengajak mendirikan masyarakat Islam. Atau menentang judi,
menentang pergaulan bebas, menentang pacaran, menentang kezaliman penguasa
sekuler
·
Tidak ada
unsur tasyabuh bil-kuffar (meniru orang kafir dalam masalah yang
bersangkutpaut dengan sifat khas kekufurannya) baik dalam penampilan maupun
dalam berpakaian. Misalnya, mengenakan kalung salib, berpakaian ala pastor atau
bhiksu, dan sejenisnya
·
Tidak
menyalahi ketentuan syara’, seperti wanita tampil menampakkan aurat, berpakaian
ketat dan transparan, bergoyang pinggul, dan sejenisnya. Atau yang laki-laki
memakai pakaian dan/atau asesoris wanita, atau sebaliknya, yang wanita memakai
pakaian dan/atau asesoris pria
2. Instrumen (alat musik)
·
Memberi
kemaslahatan bagi pemain ataupun pendengarnya. Salah satu bentuknya seperti
genderang untuk membangkitkan semangat
·
Tidak ada
unsur tasyabuh bil-kuffar dengan alat musik atau bunyi instrumen yang
biasa dijadikan sarana upacara non muslim
3. Syair dalam setiap bait lirik lagu
·
Berisi Amar
ma’ruf (menuntut keadilan, perdamaian, kebenaran dan sebagainya) dan nahi
munkar (menghujat kedzaliman, memberantas kemaksiatan, dan sebagainya)
·
Memuji
Allah, Rasul-Nya dan ciptaan-Nya
·
Berisi ‘ibrah
dan menggugah kesadaran manusia
·
Tidak
menggunakan ungkapan yang dicela oleh agama
·
Hal-hal
mubah yang tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam
4. Waktu dan tempat
·
Waktu
mendapatkan kebahagiaan (waqtu sururin) seperti pesta pernikahan, hari
raya, kedatangan saudara, mendapatkan rizki, dan sebagainya
·
Tidak
melalaikan atau menyita waktu beribadah (yang wajib)
·
Tidak
mengganggu orang lain (baik dari segi waktu maupun tempat)
·
Pria dan
wanita wajib ditempatkan terpisah (infishal) tidak boleh ikhtilat
(campur baur)
Menikmati musik, bernyanyi, memainkan
alatnya hukumnya adalah mubah. Selama itu masih dalam syariat Islam dan tidak
bertentangan dengannya. Kecuali ada dalil yang menyatakan hal itu haram, maka
akan menjadi haram hukumnya. Dan selama itu untuk kebaikan, tidak untuk
maksiat, khalwat, memamerkan bakat, maka hal itu boleh dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Hasan, Zulkifli, dkk, Sumbangan Intelektual Islam dalam Seni
Hidayat, Nuim, Musik dalam Islam, 2012
Ma’ruf, Farid, Hukum Menyanyi dan Musik dalan Fiqh Islam, 207
Kamil, Mohamed, dkk, Ke Arah Memperkasakan Islamisasi Seni Musik
Sebagai Salah Satu Altermatif Satu Pengamatan Awal, Jurnal Hadhari,
Universitas Islam Malaya, Malaysia, 2008
[1] Farid Ma’ruf, Hukum
Menyanyi dan Musik dalam Fiqh Islam, 2007
[2]
Mohamad Kamil
dan Muhammed Bin Yusuf, Ke Arah Memperkasakan Islamisasi Seni Musik sebagai Satu Alternatif: Satu
Pengamatan Awal, 2008
[3] Id
[4]
Nu’im Hidayat, Musik
dalam Islam, 2012
[5] Al-Qur’an, Luqman:
6
[6] H.R Bukhori
[7] Al-Qur’an,
Luqman: 19
[8] Id
[9] Farid Ma’ruf, Hukum
Menyanyi dan Musik dalam Fiqh Islam, 2007
[10] Zulkfli Hasan
dan Hanani Harun, Sumbangan Intelektual Islam dalam Seni
[11] Id , Ke
Arah Memperkasakan Islamisasi Seni Musik sebagai Satu Alternatif: Satu
Pengamatan Awal, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar