Rabu, 09 Agustus 2017

Hadist



Meneladani para Nabi

Sudah sepantasnya umat Islam kembali kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi dan Rasul-Nya. Kembali mengkaji keteladanan akhlak yang sudah diajarkan dan dicontohkan. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa Nabi dan Rasul adalah manusia pilihan yang paling berat ujiannya. Namun dengan ketabahan dan kesabaran, para Nabi dan Rasul mendapatkan derajad yang mulia disisi Allah. Berapa banyak manusia yang menderita karena kebutaannya atau penyakit yang menimpa. Merasa Allah tidak adil atas hidupnya. Sebagai umat Islam seringkali lupa atas pelajaran dari kisah Nabi Ayub a.s. Dia adalah cucu Nabi Ishaq bin Ibrahim a.s. Beliau mengalami kekurangan harta benda dan sakit yang berkepanjangan. Bukan hanya itu, beliau juga kehilangan anak-anaknya, bahkan diasingkan dari kehidupan bermasyarakat. Namun, bujukan syaitan dan iblis tidak menggoyahkan Nabi Ayub untuk terus beribadah kepada Allah. Maka Allah-pun tidak membiarkan hamba-Nya dalam keadaan yang sedemikian rupa. Kemudian Allah datangkan untuknya mata air yang sejuk dan dapat menyembuhkan penyakit yang menimpanya. Dari Umar bin Sa’id bin Abu Husain dia berkata, telah menceritakan kepadaku ‘Atha’ bin Abu Rabah dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda: “Allah tidak akan menurunkan penyakit melaimkan menurunkan obatnya juga.”
Yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa Allah tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Segala macam musibah yang menimpa manusia yang berupa rasa takut, lapar, kekurangan harta benda dan lainnya, pasti dibalik itu semua ada hikmahnya. Seperti halnya yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam hadist shahihnya, dari Anas bin Malik ia berkata: “Saya mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda:Allah berfirman, “Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan penyakit pada kedua matanya, kemudian ia mampu bersabar, maka Aku akan menggantinya dengan syurga.” Manusia dengan kebutaan matanya mendapatkan kesempatan untuk ke syurga dengan ketabahan dan kesabaran, karena yang buta sesungguhnya adalah mereka yang hatinya tertutup bukanlah matanya. Dalam Al-Qur’an juga dikatakan inna ma’al ‘usri yusron (sesungguhnya setelah kepayahan itu ada kemudahan). Bagi manusia yang faham dan mengerti nilai-nilai Islam, maka ia akan selalu berprasangka baik kepada Allah, tidak menyalahkan dan mencari Allah jika mendapatkan ujian dan cobaan.
Sudah banyak kasus dalam masyarakat yang mana orang muslim diuji dengan sakit yang berkepanjangan, mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Sesungguhnya sakitnya tak sepadan dengan sakitnya Nabi Ayub atau panas kobaran api Nabi Ibrahim. Bunuh diri bukanlah jalan pintas untuk mencari ketenangan di dunia dan akhirat. Maka hal yang seperti inilah yang selayaknya umat Islam pelajari, tentang bagaimana cara menyikapi keadaan dalam kondisi yang kurang sehat. Harus selalu berfikir positif bahwa sehat itu adalah nikmat dan begitu pula dengan sakitnya. Orang sehat tidak pernah merasakan nikmatnya kesehatan jika belum merasakan sakit. Mengharapkan kematian atas cobaan tidak diperkenankan dalam ajaran Islam. Dari hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari, dari Anas bin Malik r.a. dia berkata: “Nabi Muhammad SAW bersabda: “Janganlah salah seorang dari kalian mengharapkan kematian karena musibah yang menimpanya, kalau hal itu harus, hendaknya ia mengatakan, “Ya Allah, hidupkanlah aku jika kehidupan baik untukku dan matikanlah aku jika kematian itu baik untukku.” Dari hadist tersebut telah jelas ajaran Islam tentang bagaimana seharusnya umat Islam menyikapi penyakit yang menimpanya. Menyerahkan semua perkaranya kepada Allah karena segala sesuatu datang dari Allah dan kembali juga kepada-Nya.
Maka dalam kehidupan ini yang paling penting adalah syukur dan mengharapkan barokah. Barokah dari segala sesuatu yang telah dilakukan semasa hidup. Karena syukur dapat menambah rezeki dan kufur nikmat menghilangan kenikmatan itu sendiri. Waallahu Muwaffiq ilaa Aqwamit Thoriq.